Di suatu pagi yang cerah, terdengar suara kicauan burung yang begitu ceria. Hembusan angin semilir yang berhembus menambah semangat di pagi itu. Yah, lebih tepatnya semangat seorang gadis yang saat itu akan memulai aktivitas barunya. Sekolah. Rambutnya yang hitam legam terurai panjang, kulit putih, dan hidung yang mancung mengisyaratkan bahwa ia adalah keturunan Jerman. Ia bernama Nachez. Ia terlihat begitu riang sekali, karena hari ini adalah hari pertamanya masuk ke sekolah baru. "Hmm...aku akan bertemu dengan teman-teman dan guru yang baru...Pasti seru!", begitu pikirnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Ia dan keluarganya terpaksa harus pindah dari Jerman, karena tuntutan dari pekerjaan ayahnya yang memang seringkali di pindah tugaskan ke luar negeri.
"Ayo...Ma, kita berangkat!!. Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah. Aku ingin lebih cepat tiba di sekolah baruku Ma...Rasanya aku tidak sabar", kata Nachez, sambil tersenyum-senyum riang. Sambil membayangkan dalam pikirannya, teman seperti apa yang nanti akan ditemuinya.
"Iya sayang sebentar, Mama sedang menyiapkan bekal untuk makan siangmu...", balas Mama dengan sabar. Tak lama kemudian, mereka berdua segera meluncur ke sekolah baru Nachez.
Sesampainya di sekolah, Nachez segera memasuki ruang kelas 7b. Nachez memang anak yang mandiri dan ceria. Sejak duduk dibangku sekolah dasar, ia sudah terbiasa dengan perpindahan sekolah yang mendadak dan terbiasa pula menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Saat memasuki ruang kelas, ia melihat sekeliling dan memilih salah satu tempat duduk yang tersedia.
"Hai, kamu anak baru yah? Kenalkan aku Izzah Grandaster", sapa seorang anak yang duduk tepat di depan bangku Nachez. "Kalo aku Nope Cornelius", sahut seorang yang duduk di sampingnya, seolah tak mau kalah. "salam kenal yah...aku Nachez Mardadenstar", balasnya diikuti dengan senyuman. Berawal dari perkenalan nama, perbincangan mereka merembet membicarakan hal-hal lain yang semakin seru. Dan tak lama kemudian mereka bertiga secara otomatis sudah saling akrab satu sama lain. Izzah yang berambut pendek, lengkap dengan bando merah yang selalu menemaninya adalah anak yang ramah, bersahabat, namun terkadang suka ceroboh. Sedangkan Nope, yang suka membawa buku cerita dan selalu memakai jepit warna biru muda berbentuk hati adalah seorang kutu buku, pintar, namun sedikit pemalu.
Ditengah-tengah perbincangan yang semakin hangat, tiba-tiba datanglah tiga orang anak mendekati mereka bertiga. Yang pertama, bernama Velove Arganaster. Ia adalah anak keturunan Inggris dan
"Eh, akhir minggu ini kita ketemuan dirumah pohonku yuuuk...!", ajak Izzah pada ke
Hari demi hari, bulan demi bulan, mereka semakin terlihat erat dan tak terpisahkan. Ke-enam sahabat tersebut saling melengkapi. Mereka selalu bercanda tawa, berbagi cerita, dan melakukan hal-hal konyol bersama. Hingga akhirnya, disuatu pagi di sekolah, Nachez terlihat murung, tidak seperti biasanya. Wajahnya merah, dan matanya sembab seperti habis menangis semalaman. Semua sahabatnya bingung, dan mendesak Nachez untuk menceritakan apa yang terjadi. Karena tidak kuat menahan kesedihan, Nachez menitikan air mata yang sudah tak sanggup di bendungnya. Seketika ia memeluk sahabat-sahabatnya, "teman-teman...Ibuku masuk rumah sakit, beliau sakit parah", kata Nachez. Suaranya serak dan napasnya putus-putus. Ke
Nachez sangat sayang pada ibunya, kedekatannya tidak hanya seperti seorang anak dengan ibu tetapi dekat seperti sahabat, dan saudara. Ibunya adalah ibu yang terbaik baginya, ia begitu menyayanginya. Nachez begitu terpukul dan sedih sekali karena kejadian itu. Beberapa hari ia tidak masuk sekolah karena menemani ibunya, sehari pun ia tak mau meninggalkan ibunya. "Nachez ingin selalu berada di samping ibu, Yah...", kata Nachez memohon kepada Ayahnya agar diperbolehkan ijin sekolah untuk yang kesekian kali. Ayah nya pun tak bisa berbuat apa-apa.
Semakin hari kesehatan ibu Nachez tidak semakin membaik, malah semakin parah. Nachez tak tau bahwa selama ini ibunya mengidap penyakit kanker rahim yang lumayan parah. Karena penyakitnya yang semakin parah, tim dokter dari Rumah Sakit menyarankan agar ibu Nachez di bawa ke Rumah Sakit yang memiliki peralatan yang lebih canggih di luar negeri, di Jerman tepatnya. Akhirnya Ayah Nachez memutuskan untuk membawa ibunya berobat ke Jerman, Negara dimana ia di lahirkan. Perasaan Nachez pun semakin tak karuan, campur aduk rasanya. Perasaannya sedih berkali lipat. Di satu sisi ia ingin ibunya mendapat perawatan terbaik dan sembuh dengan berobat ke Jerman, namun di sisi lain ia juga begitu berat meninggalkan sahabat-sahabat yang begitu ia sayangi.
Dengan berat hati akhirnya Nachez berpamitan dengan sahabat-sahabatnya. Mereka semua sedih mendengar Nachez akan pindah sekolah dan menetap di Jerman, mereka akan kehilangan sahabat yang selalu riang. Mereka tak kuasa menahan air mata, sambil berpelukan yang begitu erat. Mereka tidak menyangka kebersamaan mereka hanya sampai dua tahun saja. Rasanya mereka ingin lebih lama lagi. Ke-enam sahabat itu saling berjanji bahwa suatu saat akan bertemu di rumah pohon lagi seperti yang sering mereka lakukan sebelumnya.
Sebelum kepergiannya, sebagai tanda kenang-kenangan. Nachez memberikan gelang bertuliskan friendship forever dan menyematkannya di pergelangan tangan masing-masing sahabatnya. Lalu sahabat Nachez memberikannya selembar foto yang dulu pernah diambil sewaktu mereka di rumah pohon. Ke-enam sahabat itu berjanji, walaupun mereka terpisahkan oleh jarak dan waktu namun persahabatan mereka akan terus terjalin. Mereka akan tetap saling mengirim kabar dan bertukar cerita melalui telepon, maupun email. Sekali lagi mereka berpelukan sambil menangis. Setelah itu Nachez berpamitan dan segera pergi dengan mobil Jaguarnya menuju bandara.
by: http://penuliscilik.asamediamu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar